Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tak perlu menuruti permintaan
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono agar
memberikan penjelasan terkait alasan penetapan tersangka terhadap Anas
Urbaningrum. Hal ini diminta SBY untuk menanggapi tudingan bahwa
penetapan Anas sebagai tersangka karena tekanan politik.
"Penjelasan KPK hanya sekali, tidak perlu dan tidak relevan diulang-ulang. Penjelasan yang diulang-ulang, sebagaimana yang diminta oleh SBY di samping mubadzir, juga malah bisa kontraproduktif," ujar Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari di Jakarta, Senin (25/2/2013).
Politisi Partai Golkar ini menilai, KPK seharusnya membiarkan saja media massa mengulang-ulang penjelasan dari Juru Bicara KPK jika komisi itu memandang perlu untuk bereaksi. "Ini penting sebab akhir-akhir ini terlalu banyak sinyalemen atau pseudo teori yang muncul di tengah-tengah masyarakat yang cenderung semakin spekulatif meskipun kesannya logis dan rasional," katanya.
Publik, lanjut Hajriyanto, harus membiasakan diri menghormati lembaga-lembaga negara dengan segala fungsi dan kewenangan yang dimilikinya. Sikap kritis, diakuinya, memang wajar dilakukan di era demokrasi. Tetapi, sikap kritis itu tetap harus menyisakan penghargaan dan penghormatan kepada lembaga-lembaga negara itu. Menurut Hajriyanto, bentuk penghormatan terhadap KPK bisa dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, dengan tidak melakukan intervensi atau tekanan kepada KPK untuk memutuskan atau tidak memutuskan sesuatu.
"Kedua, tidak mencurigai secara berlebihan dan eksesif terhadap setiap keputusan KPK. Sekali lagi, mengkritisi KPK boleh dan perlu, tetapi menolak secara kategoris setiap keputusan KPK adalah tidak elok," katanya.
Dengan adanya kasus ini, Hajriyanto melihat ke depan KPK perlu melakukan peningkatan mekanisme checks and balances. Selain itu, menurutnya, KPK harus lebih arif dan cerdas dalam memilih waktu yang tepat untuk pengambilan keputusan.
"Pemilihan waktu atau timing itu penting. Janganlah mengambil keputusan pada saat ada demonstrasi yang sedang menekan, atau pada saat ada tekanan kekuasaan. Sesuatu yang 'bener' itu belum tentu 'pener'. Ini semua untuk menghindari spekulasi-spekulasi atau praduga-praduga yang tidak produktif," ujarnya.
Sebelumnya, Anas Urbaningrum mengaku yakin tidak bersalah dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang seperti yang disangkakan KPK. Anas melihat penetapan tersangka dirinya adalah tekanan politik. Ia juga merasa divonis, setelah diminta untuk fokus menjalani proses hukumnya meski waktu itu belum jadi tersangka.
Pernyataan Anas itu pun langsung disikapi Majelis Tinggi Partai Demokrat yang dipimpin SBY. Rapat akhirnya menghasilkan tujuh butir keputusan yang salah satunya menyebutkan Partai Demokrat menyerahkan kepada KPK untuk memberikan tanggapan. Apakah benar Anas dijadikan tersangka tanpa ada alasan dan pertimbangan hukum apapun dan benar-benar karena motif politik, atau sebaliknya tidak seperti itu.
Sumber Kompas.com
"Penjelasan KPK hanya sekali, tidak perlu dan tidak relevan diulang-ulang. Penjelasan yang diulang-ulang, sebagaimana yang diminta oleh SBY di samping mubadzir, juga malah bisa kontraproduktif," ujar Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari di Jakarta, Senin (25/2/2013).
Politisi Partai Golkar ini menilai, KPK seharusnya membiarkan saja media massa mengulang-ulang penjelasan dari Juru Bicara KPK jika komisi itu memandang perlu untuk bereaksi. "Ini penting sebab akhir-akhir ini terlalu banyak sinyalemen atau pseudo teori yang muncul di tengah-tengah masyarakat yang cenderung semakin spekulatif meskipun kesannya logis dan rasional," katanya.
Publik, lanjut Hajriyanto, harus membiasakan diri menghormati lembaga-lembaga negara dengan segala fungsi dan kewenangan yang dimilikinya. Sikap kritis, diakuinya, memang wajar dilakukan di era demokrasi. Tetapi, sikap kritis itu tetap harus menyisakan penghargaan dan penghormatan kepada lembaga-lembaga negara itu. Menurut Hajriyanto, bentuk penghormatan terhadap KPK bisa dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, dengan tidak melakukan intervensi atau tekanan kepada KPK untuk memutuskan atau tidak memutuskan sesuatu.
"Kedua, tidak mencurigai secara berlebihan dan eksesif terhadap setiap keputusan KPK. Sekali lagi, mengkritisi KPK boleh dan perlu, tetapi menolak secara kategoris setiap keputusan KPK adalah tidak elok," katanya.
Dengan adanya kasus ini, Hajriyanto melihat ke depan KPK perlu melakukan peningkatan mekanisme checks and balances. Selain itu, menurutnya, KPK harus lebih arif dan cerdas dalam memilih waktu yang tepat untuk pengambilan keputusan.
"Pemilihan waktu atau timing itu penting. Janganlah mengambil keputusan pada saat ada demonstrasi yang sedang menekan, atau pada saat ada tekanan kekuasaan. Sesuatu yang 'bener' itu belum tentu 'pener'. Ini semua untuk menghindari spekulasi-spekulasi atau praduga-praduga yang tidak produktif," ujarnya.
Sebelumnya, Anas Urbaningrum mengaku yakin tidak bersalah dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang seperti yang disangkakan KPK. Anas melihat penetapan tersangka dirinya adalah tekanan politik. Ia juga merasa divonis, setelah diminta untuk fokus menjalani proses hukumnya meski waktu itu belum jadi tersangka.
Pernyataan Anas itu pun langsung disikapi Majelis Tinggi Partai Demokrat yang dipimpin SBY. Rapat akhirnya menghasilkan tujuh butir keputusan yang salah satunya menyebutkan Partai Demokrat menyerahkan kepada KPK untuk memberikan tanggapan. Apakah benar Anas dijadikan tersangka tanpa ada alasan dan pertimbangan hukum apapun dan benar-benar karena motif politik, atau sebaliknya tidak seperti itu.
Sumber Kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar