JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan gelar perkara atau ekspose kasus Hambalang
yang berkaitan dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum
pada Jumat (22/2/2013) besok. Melalui gelar perkara, KPK akan menentukan
apakah penyelidikan aliran dana Hambalang dapat ditingkatkan ke tahap
penyidikan atau tidak. Jika naik ke tahap penyidikan, itu artinya ada
tersangka baru dalam kasus ini.
“Mengenai
gelar perkara sudah diputuskan, kita berharap ini tidak mundur lagi,
akan dilakukan gelar perkara Hambalang pada Jumat besok,” kata Juru
Bicara KPK Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/2/2013) malam. Baca Selengkapnya
Untuk diketahui, hari Jumat seolah menjadi hari keramat di KPK. Jumat keramat
merupakan istilah yang tenar untuk menunjukkan penahanan atau
pengumuman seseorang menjadi tersangka. Beberapa tersangka korupsi yang
diperiksa KPK pada hari Jumat biasanya akan langsung ditahan seusai
pemeriksaan.
Lebih jauh Johan mengatakan,
gelar perkara Hambalang yang dijadwalkan Jumat besok tersebut bertujan
melihat sejauh mana temuan tim penyelidik Hambalang. Johan pun berharap
publik tidak berspekulasi atau mengaitkan proses hukum di KPK ini dengan
urusan politik atau urusan partai.’
“Ini
perlu dijelaskan karena dari isu yang beredar, dikait-kaitkan dengan
proses politik atau sebuah, dua buah, tiga buah partai,” katanya.
Nama
Anas kembali disebut-sebut dalam kasus Hambalang setelah beredar
dokumen semacam draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas namanya.
Dalam dokumen itu, Anas disebut sebagai tersangka atas dugaan menerima pemberian hadiah saat dia masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Setelah melakukan penelusuran atas dokumen tersebut, KPK menyimpulkan kalau draf sprindik itu merupakan dokumen asli yang diterbitkan KPK.
Rabu (21/2/2013) kemarin, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas
mengungkapkan, pihaknya belum juga melakukan gelar perkara karena
penyidik KPK belum siap. Hingga Selasa (19/2/2013) malam, kata Busyro,
penyidik masih melakukan penyesuaian antara bukti yang ada dan
keterangan para saksi.
Toyota Harrier
Wakil Ketua KPK lainnya, Adnan Pandupraja, pada pekan lalu mengungkapkan, pengusutan indikasi dugaan penerimaan gratifikasi berupa Toyota Harrier oleh Anas sebenarnya
sudah memenuhi unsur. Hanya, Adnan beranggapan, penerimaan Harrier itu
terlalu kecil bagi KPK untuk menjadikan Anas sebagai tersangka.
Oleh
karena itu, menurutnya, KPK tengah memperdalam indikasi keterlibatan
Anas dalam kasus Hambalang tersebut. KPK, kata Adnan, akan mengaitkannya
ke level tindak pidana yang lebih tinggi lagi. Menurut Busyro,
ditemukannya unsur tindak pidana korupsi belum tentu dilengkapi alat
bukti. "Unsur dengan bukti kan beda," ujarnya.
Informasi yang diperoleh Kompas menyebutkan,
Anas diduga diberi mobil mewah Toyota Harrier oleh Nazaruddin pada
2009. KPK telah memperoleh bukti berupa cek pembelian mobil mewah
tersebut sejak pertengahan tahun 2012. Cek pembelian ini sempat tak
diketahui keberadaannya.
Nazaruddin diketahui membeli Toyota Harrier di sebuah dealer
mobil di Pecenongan, Jakarta Pusat, September 2009, seharga Rp 520
juta. Mobil itu kemudian diatasnamakan Anas dengan nomor polisi B 15
AUD.
Adapun Anas melalui pengacaranya, Firman Wijaya, mengaku
sudah mengembalikan mobil itu kepada Nazaruddin. Atas permintaan
Nazaruddin, menurut Firman, mobil itu dikembalikan dalam bentuk uang.
Firman pun mengungkapkan kalau Nazaruddin mendapat untung Rp 105 juta karena Anas mengembalikan uang lebih dari harga mobil yang sebenarnya.
"Harga mobil tersebut Rp 670 juta, tapi Nazar menerima Rp 775 juta. Nazar mendapat lebih Rp 105 juta," ujarnya.
Sumber Kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar