Rabu, 27 Februari 2013

Anas Urbaningrum: Ada Desain Besar Operasi Kriminalisasi

Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum kembali menegaskan, ada desain besar operasi kriminalisasi terhadap dirinya terkait penetapannya sebagai tersangka atas skandal Hambalang. Anas mendeskripsikan operasi tersebut bersifat serius dan panjang. Ujungnya, Anas harus "selesai" sebelum penyerahan daftar pemilih tetap calon anggota legislatif 2014.
"Hal ini berdasarkan informasi valid yang saya peroleh. Ini sebuah rangkaian. Tak perlu analisis politik yang canggih untuk membaca rangkaian peristiwa ini. Ada warna yang sangat kental terkait dinamika politik," ujar Anas pada wawancara dengan RCTI, Rabu (27/2/2013).
Anas melanjutkan, berdasarkan desain tersebut, dirinya harus tetap menjadi ketua umum sebelum masa verifikasi parpol oleh Komisi Pemilihan Umum. Pasalnya, Anas harus terlebih dahulu menjalankan perannya sebagai pucuk pimpinan untuk memastikan Demokrat memenuhi semua persyaratan verifikasi parpol sebagaimana diamanatkan UU Pemilu 2014.
Lantas, siapa otak di balik desain besar operasi kriminalisasi tersebut? "Suatu saat saya akan sampaikan. Itu lembar ketiga. Sekarang baru lembar pertama alinea kedua," kata Anas.
Pada kesempatan itu, Anas kembali menegaskan bahwa dirinya yakin tak bersalah terkait skandal Hambalang. Anas menyangkal bahwa dirinya menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier pada September 2009. Dirinya mengaku membeli mobil tersebut secara kredit. Mobil tersebut juga dibeli sebelum dirinya dilantik menjadi anggota DPR 2009-2014.
"Terlebih, saya menerima mobil itu pada tanggal 12 September 2009. Saat itu, Menpora belum (dijabat) Pak Andi Mallarangeng. Masih menteri yang lama, Pak Adhyaksa Dault. Belum terkait proyek Hambalang," kata Anas.
Kendati demikian, Anas mengaku tak ingin berbantah-bantahan soal kasusnya. Dirinya yakin proses hukum akan membuka semua fakta-fakta. Dirinya pun mengatakan, dirinya tetap mendukung proses hukum yang berjalan di KPK.
KPK menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penetapan Anas sebagai tersangka ini diresmikan melalui surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 22 Februari 2013. Sprindik atas nama Anas tersebut, kata Johan, ditanda tangani Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Johan juga menegaskan kalau penetapan Anas sebagai tersangka ini sudah berdasarkan dua alat bukti yang cukup. “Saya juga menegaskan, jangan kait-kaitkan proses di KPK dengan proses politik,” tambah Johan.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua tersangka Hambalang, yakni mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Apa yang dituduhkan KPK terhadap Andi dan Deddy berbeda dengan Anas. Jika Anas diduga menerima gratifikasi, maka Andi dan Deddy diduga bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, tetapi justru merugikan keuangan negara.
Adapun pengusutan kasus Hambalang ini berawal dari temuan KPK saat menggeledah kantor Grup Permai, kelompok usaha milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Penggeledahan saat itu dilakukan berkaitan dengan penyidikan kasus suap wisma atlet SEA Games yang menjerat Nazar.
Sejak saat itu, seolah tidak mau sendirian masuk bui, Nazaruddin kerap "bernyanyi" menyebut satu per satu nama rekan separtainya. Anas dan Andi pun tak luput dari tudingan Nazaruddin. Kepada media, Nazar menuding Anas menerima aliran dana dari PT Adhi Karya, BUMN pemenang tender proyek Hambalang.
Menurutnya, ada aliran dana Rp 100 miliar dari proyek Hambalang untuk memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres di Bandung pada Mei 2010. Nazaruddin juga mengatakan kalau mobil Harrier yang sempat dimiliki Anas itu merupakan pemberian dari PT Adhi Karya.
Sementara itu, Anas membantah tudingan-tudingan Nazaruddin tersebut. Dia mengatakan bahwa Kongres Demokrat bersih dari politik uang. Anas bahkan mengatakan rela digantung di Monas jika terbukti menerima uang Hambalang.
"Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas pada awal Maret tahun lalu.  \
Sumber Kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar